Beberapa
hari yang lalu aku mengurus keperluan administrasi berupa berkas untuk
mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan/tunjangan gubernur.
Setelah urus ini itu, aku duduk beristirahat sambil berbincang dengan
staff TU di tambah beberapa mahasiswa yang sedang menjalankan KKU
(kuliah kerja usaha) dari suatu Universitas di kota Pematangsiantar.
Beberapa orang diantaranya ternyata adalah muridku sewaktu mereka masih
duduk di bangku aliyah.
Saat aku sedang duduk sembari berbincang ringan dengan murid2ku, aku memecah kekakuan dengan sekedar mengajukan beberapa pertanyaan ringan tentang ini dan itu. Tiba-tiba salah seorg staff TU bertanya, yg kira-kira begini bunyinya “kenapa bapak gak nerima pertemananku di FB, apa karena ada fotoku gak pakek jilbab ya?”. Jawabku “iyakah? Maaflah, bapak buat gitu di FB dalam rangka mendidik, baik bagi murid aktif maupun yang udah alumni, maaf ya”. “Ish.. gitu kali bapak sama aku, janganlah gitu”,”sekali lagi maaf ya, bapak hanya bermaksud mendidik di FB, soalnya mayoritas teman bapak di FB adalah murid-murid bapak, kalo mau berteman di FB dengan bapak, ikutilah ketentuan itu”.
Lalu aku pun menjelaskan sejauh pengetahuanku tentang seperti apa dan apa hikmah terkait pakaian yang memenuhi syari’at agama bagi seorg wanita. Muslimah, demi kehormatan dan kebaikan serta sebagai wujud dari kepatuhan menjalankan aturan agama maka berpakaian sesuai syari’at adalah suatu keniscayaan. Jilbab hendaknya lebar, besar, tidak tipis dan tidak dibelitkan gak karuan. Lalu baju dan rok maupun celana hendaklah longgar, tidak tipis dan tidak ketat serta tentunya harus menutup aurat.
Mendengar penjelasanku, staff TU memprotes “elleeehhh…, perempuan yang pakek jilbab kan belum tentu juga masuk syurga”, benar sekali bhw jilbab tidak menjamin seorang wanita itu masuk syurga, karena bisa saja jilbabnya tdk sesuai kriteria dan atau akhlaknya buruk walau sudah berpakaian spt itu, dan perempuan yg tidak berjilbab juga belum tentu masuk neraka, karena boleh jadi perempuan itu masih kecil dan belum baliq, jadinya belum sampai hukum syari’at padanya, tapi wanita yang tidak mau dan menentang untuk mengenakan jilbab pasti berdosa dan nerakalah balasannya. “Jadi pak, pakaianku dan jilbabku yg sekarang ini bagaimana, udah pas?”. Dengan senyum kujawab “Belum kayaknya, jilbabnya masih kecil dan dibelit2 gak karuan, bajunya juga masih menampakkan lekuk badan secara nyata” (astaghfirullah, aku jadi memperhatikan, moga-moga pahala puasa gak ludes).
Tanyanya lagi “trus pak, tidak boleh ada foto yg berduaan dan atau berdekatan sama pacar juga masak bapak jadikan persyaratan? Detail kali sampai kesitu, kami kan gak sentuhan juga cuman pegangan tangan”. “Maaf ya bu, sekali lagi sebenarnya itu saya tujukan kpd anak murid, kalo yg dah dewasa saya gak berani lagi negurnya”, tambahku “Ibu, pacaran itu sendiri aja dilarang dalam agama, selaian karena ikatan yg ada adalah semu, pacaran juga adalah gerbang kepada perzinahan, makanya skrg semakin banyak aja org yang pacaran lalu terpaksa dinikahkan walau masih anak sekolahan/kuliahan karena keburu hamil duluan”, “Ibu, ketika kita memajang foto yg tidak menutup aurat, berduaan dengan yg bukan mahram dan memasang foto close-up yg memperilihatkan keindahan diri secara detail dan ditambah kesan manja dan menggoda, lalu foto-foto itu dilihat oleh orang yang tidak berhak, bukankah itu akan menimbulkan dosa bagi yg meihatnya?”, “lalu, yg lebih buruk lagi, ketika seseorg itu meninggal, sedang ia belum sempat menghapus foto-foto tadi, maka jadilah foto-foto itu deposito dosa bagi si mati, dan itu akan terus terjadi selama foto-foto itu belum dihapus, bagaimana hendak dihapus sementara user id dan passwordnya dibawa mati, harapan satu-satunya adalah FB tumpur dan tutup, lalu bagaimana lagi jika seandainya foto-foto itu didownload lalu diupload ulang, sungguh tidak terbayangkan akibatnya”. Ia terlihat setuju dan manggut2.
Lihatlah bagaimana perlakuan Allah pada seseorang ketika ia mendapat hidayah atau juga menyatakan keimanan? Allah SWT berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)
Jelaslah bhw Allah akan menguji keimanan hambanya, ujian itu untuk menunjukkan siapakah yg imannya palsu, rapuh, lemah hingga yg kuat. Ujian juga sebagai sarana untuk meningkatkan keimanan atau paling tidak sebagai penyegaran, sebab bukan iman namanya jika tidak pernah melalui ujian. Menurut hemat saya ujian itu ada dlm tiga bentuk: pujian, penentangan dan ketidak pedulian. Contohnya seorg muslimah yg berpakaian sopan menutup aurat, ia akan mendapatkan ujian berupa pujian, dengan begitu ia bisa terbuai dan merasa paling baik sehingga menyebabkan ia mnjadi lupa dan sombong. Lalu, jika penentangan dapat berupa cibiran dan ejekan: “pakaian apa itu, pakaian kok sombro macam orang hamil”, dibilang juga gak ada bentuknya sama sekali, gak seksi dan seterusnya. Tapi yang paling berbahaya adalah ketidak pedulian atau situasi yg seolah tanpa tantangan, tidak ada org yang memuji, mencela. Disitulah pendirian juga akan diuji, apakah jika setelah tiada bahaya lalu merasa aman dan tak perlu lagi menutup aurat? Camkanlah bhw kewajiban dijalankan bukan karena dihadapan manusia, tetapi semata2 adalah wujud kepatuhan kepada aturan Tuhan.
Rupanya pembicaraan ini juga disimak oleh murid2ku yg udah tamat. Mereka mesam-mesem, tergelitik keinginanku utk bertanya, “Eh, biasanya kalian yang anak kuliahan ini punya pacar kan?”. Ada yg malu-malu raut wajahnya, ada yg senyum2 saja dan ada yang bilang “gak punya pak”. “Gak punya itu kan bisa macam2, udah putus, belum laku atau mmg gak mau pacaran?”, jawabnya enteng “udah pernah sih pak, tapi udah putus”, “Syukurlah, berati kau saat ini selamat” jawabku, ia nya sewot “ish bapak ini”. “Nah…! Kayaknya kau punya kan?” tanyaku pada muridku yang satunya, “iya pak, tapi aku lagi bingung nih pak” jawabnya sedih. Agaknya aku bakalan dengar curhatan nih, maklumlah murid sendiri, biasanya guru dianggap dekat jadi tempat curhat yg tepat. Murid sering kali berlebihan menilai, menganggap bahwa guru adalah sosok manusia yg mendekati sempurna, celakanya adalah jika suatu ketika ia melihat kekurangan yang ada pada gurunya ia menjadi kecewa sejadi-jadinya hingga nasihat dan budi yg pernah diajarkan seolah tiada berpengaruh walau memang tidak dilupa. Si anak lupa, bhw gurunya adalah manusia biasa juga.
Mulailah dia bercerita ttg pacarnya yg mengajak menikah karena sudah bertahun pacaran, namun ia sendiri dan orang tuanya masih ingin menyelesaikan dulu kuliahnya yang tinggal satu tahun lagi, tapi ia juga takut utk kehilangan si abang. Duh, kasus berat nih. “Nak, sulit bagi bapak utk memberikan solusi karena kalian sendiri sedang pacaran, sedang dalam kamus bapak tidak ada yg namanya pacaran, bukankah dirimu tahu bahwa Islam melarang pacaran, islam memerintahkan kita untuk tdk mendekati zina”.
Lanjutku “Tapi walaupun begitu bapak akan coba memberi nasehat, setidaknya ini dapat sedikit menenangkan hatimu, mintalah si abang bersabar, karena bagaimanapun ridha orang tua sangat berpengaruh”. “Anggaplah dalam waktu satu tahun ini adalah kesempatan bagi kalian untuk lebih bersiap-siap dan menambah pengetahuan agama yang berkaitan dengan membangun rumah tangga”. “Ilmu itu bisa kalian dapatkan dengan membaca buku-buku agama atau bertanya dalam majelis ilmu agama terkait topik masalah munakahat/pernikahan”. “Dan dalam kurun waktu satu tahun ini, hindarilah khalwat dan perjumpaan yg tidak perlu, karena bapak khawatir syetan akan menjerumuskan kalian”. “sibukkan dirimu dengan kegiatan positif agar kebingungan dan kegelisahan itu tidak selalu hadir dan membuatmu makin tertekan, insya Allah waktu satu tahun itu tidak akan lama”.
”Bapak tidak menafikan bhwa pacaran itu mmiliki manfaat, tapi ketahui juga bhwa mudharatny buanyak sekali, dan tidak sebanding sama sekali dengan manfaatnya”. “Nak, pacaran adalah pintu gerbang perbuatan dosa, adanya ikatan hati dan janji-janji yang diikrarkan melebihi kemampuan manusia itu sendiri, dimana hanya Allah sendiri yg berhak menjanjikan yg spt itu dan berkuasa memenuhi janji-janji itu”. “Pacaran dimulai dari membuka hatinya padamu sehingga ketika hatimupun menginginkannya engkaupun akan membuka pintu hatimu untuknya”, “lalu ia selanjutnya mmbuka tangannya utk menggenggam tanganmu, lalu selanjutnya lagi mulailah dia membuka ketiaknya dan engkaupun ada dalam rangkulan bahkan dalam pelukannya, dan setelah itu pakaianmu pulalah yang akan dibukainya, naudzubillah mindzalik”.
“Pacaran juga dapat menghalangi datangnya rahmat Allah padamu, boleh jadi saat engkau berpacaran dengannya ada lelaki lain yang baik akhlak, siap dan matang kepribadiannya datang melamarmu, engkau menolaknya karena terlanjur ingin setia sama pacar yg belum tentu ia akan jadi suamimu”, “Setahu bapak, biasanya org pacaran itu sering bersikap yang bertolak belakang dari aslinya atau tidak menunjukkan sikap aslinya, akhirnya sama-sama tertipu“
“Nak, takutlah jika ada lelaki yang baik akhlaq dan agamanya lalu engkau menolak dengan alasan yang tak ma’ruf, sebab sangat mungkin engkau akan mendapat kesulitan dan bencana setelahnya, lelaki yang baik akhlaq dan agamanya adalah anugerah, menolak anugerah berarti mengundang bencana, lain halnya jika engkau mendapati bahwa akhlaqnya buruk”. “Tapi, nasehat bapak ini bukan hanya utk perempuan, sebaliknya, jika ada wanita baik-baik menawarkan diri untuk dinikahi maka hati-hatilah, jika penolakannya berdasarkan alasan yang tak baik, itu tentu sama saja menolak anugerah dan mengundang bencana”, “bapak bisa berbicara begini karena bapak telah melakukan kesalahan di masa lalu, dan saat ini bapak sedang menerima akibat dari kesalahan bapak, semoga Allah mengampuni dosa bapak”.
Oleh karena itu, jagalah dirimu dan kehormatanmu, ikutlah nasehat yang baik, jangan lagi menambah mengulang dan menambah kesalahan yang sama. Tutuplah auratmu dengan pakaian yang baik dan hindarilah pacaran.
“Iya pak, terimakasih ya pak atas nasehatnya, besok saya minta nasehatnya lagi ya pak”, “Insya Allah kalo ada waktu”, “Eh, ngomong-ngomong bapak sendiri kapan nikahnya?”, Gubrakkkkk…! “ntahlah…!, hehehehe….”
Saat aku sedang duduk sembari berbincang ringan dengan murid2ku, aku memecah kekakuan dengan sekedar mengajukan beberapa pertanyaan ringan tentang ini dan itu. Tiba-tiba salah seorg staff TU bertanya, yg kira-kira begini bunyinya “kenapa bapak gak nerima pertemananku di FB, apa karena ada fotoku gak pakek jilbab ya?”. Jawabku “iyakah? Maaflah, bapak buat gitu di FB dalam rangka mendidik, baik bagi murid aktif maupun yang udah alumni, maaf ya”. “Ish.. gitu kali bapak sama aku, janganlah gitu”,”sekali lagi maaf ya, bapak hanya bermaksud mendidik di FB, soalnya mayoritas teman bapak di FB adalah murid-murid bapak, kalo mau berteman di FB dengan bapak, ikutilah ketentuan itu”.
Lalu aku pun menjelaskan sejauh pengetahuanku tentang seperti apa dan apa hikmah terkait pakaian yang memenuhi syari’at agama bagi seorg wanita. Muslimah, demi kehormatan dan kebaikan serta sebagai wujud dari kepatuhan menjalankan aturan agama maka berpakaian sesuai syari’at adalah suatu keniscayaan. Jilbab hendaknya lebar, besar, tidak tipis dan tidak dibelitkan gak karuan. Lalu baju dan rok maupun celana hendaklah longgar, tidak tipis dan tidak ketat serta tentunya harus menutup aurat.
Mendengar penjelasanku, staff TU memprotes “elleeehhh…, perempuan yang pakek jilbab kan belum tentu juga masuk syurga”, benar sekali bhw jilbab tidak menjamin seorang wanita itu masuk syurga, karena bisa saja jilbabnya tdk sesuai kriteria dan atau akhlaknya buruk walau sudah berpakaian spt itu, dan perempuan yg tidak berjilbab juga belum tentu masuk neraka, karena boleh jadi perempuan itu masih kecil dan belum baliq, jadinya belum sampai hukum syari’at padanya, tapi wanita yang tidak mau dan menentang untuk mengenakan jilbab pasti berdosa dan nerakalah balasannya. “Jadi pak, pakaianku dan jilbabku yg sekarang ini bagaimana, udah pas?”. Dengan senyum kujawab “Belum kayaknya, jilbabnya masih kecil dan dibelit2 gak karuan, bajunya juga masih menampakkan lekuk badan secara nyata” (astaghfirullah, aku jadi memperhatikan, moga-moga pahala puasa gak ludes).
Tanyanya lagi “trus pak, tidak boleh ada foto yg berduaan dan atau berdekatan sama pacar juga masak bapak jadikan persyaratan? Detail kali sampai kesitu, kami kan gak sentuhan juga cuman pegangan tangan”. “Maaf ya bu, sekali lagi sebenarnya itu saya tujukan kpd anak murid, kalo yg dah dewasa saya gak berani lagi negurnya”, tambahku “Ibu, pacaran itu sendiri aja dilarang dalam agama, selaian karena ikatan yg ada adalah semu, pacaran juga adalah gerbang kepada perzinahan, makanya skrg semakin banyak aja org yang pacaran lalu terpaksa dinikahkan walau masih anak sekolahan/kuliahan karena keburu hamil duluan”, “Ibu, ketika kita memajang foto yg tidak menutup aurat, berduaan dengan yg bukan mahram dan memasang foto close-up yg memperilihatkan keindahan diri secara detail dan ditambah kesan manja dan menggoda, lalu foto-foto itu dilihat oleh orang yang tidak berhak, bukankah itu akan menimbulkan dosa bagi yg meihatnya?”, “lalu, yg lebih buruk lagi, ketika seseorg itu meninggal, sedang ia belum sempat menghapus foto-foto tadi, maka jadilah foto-foto itu deposito dosa bagi si mati, dan itu akan terus terjadi selama foto-foto itu belum dihapus, bagaimana hendak dihapus sementara user id dan passwordnya dibawa mati, harapan satu-satunya adalah FB tumpur dan tutup, lalu bagaimana lagi jika seandainya foto-foto itu didownload lalu diupload ulang, sungguh tidak terbayangkan akibatnya”. Ia terlihat setuju dan manggut2.
Lihatlah bagaimana perlakuan Allah pada seseorang ketika ia mendapat hidayah atau juga menyatakan keimanan? Allah SWT berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)
Jelaslah bhw Allah akan menguji keimanan hambanya, ujian itu untuk menunjukkan siapakah yg imannya palsu, rapuh, lemah hingga yg kuat. Ujian juga sebagai sarana untuk meningkatkan keimanan atau paling tidak sebagai penyegaran, sebab bukan iman namanya jika tidak pernah melalui ujian. Menurut hemat saya ujian itu ada dlm tiga bentuk: pujian, penentangan dan ketidak pedulian. Contohnya seorg muslimah yg berpakaian sopan menutup aurat, ia akan mendapatkan ujian berupa pujian, dengan begitu ia bisa terbuai dan merasa paling baik sehingga menyebabkan ia mnjadi lupa dan sombong. Lalu, jika penentangan dapat berupa cibiran dan ejekan: “pakaian apa itu, pakaian kok sombro macam orang hamil”, dibilang juga gak ada bentuknya sama sekali, gak seksi dan seterusnya. Tapi yang paling berbahaya adalah ketidak pedulian atau situasi yg seolah tanpa tantangan, tidak ada org yang memuji, mencela. Disitulah pendirian juga akan diuji, apakah jika setelah tiada bahaya lalu merasa aman dan tak perlu lagi menutup aurat? Camkanlah bhw kewajiban dijalankan bukan karena dihadapan manusia, tetapi semata2 adalah wujud kepatuhan kepada aturan Tuhan.
Rupanya pembicaraan ini juga disimak oleh murid2ku yg udah tamat. Mereka mesam-mesem, tergelitik keinginanku utk bertanya, “Eh, biasanya kalian yang anak kuliahan ini punya pacar kan?”. Ada yg malu-malu raut wajahnya, ada yg senyum2 saja dan ada yang bilang “gak punya pak”. “Gak punya itu kan bisa macam2, udah putus, belum laku atau mmg gak mau pacaran?”, jawabnya enteng “udah pernah sih pak, tapi udah putus”, “Syukurlah, berati kau saat ini selamat” jawabku, ia nya sewot “ish bapak ini”. “Nah…! Kayaknya kau punya kan?” tanyaku pada muridku yang satunya, “iya pak, tapi aku lagi bingung nih pak” jawabnya sedih. Agaknya aku bakalan dengar curhatan nih, maklumlah murid sendiri, biasanya guru dianggap dekat jadi tempat curhat yg tepat. Murid sering kali berlebihan menilai, menganggap bahwa guru adalah sosok manusia yg mendekati sempurna, celakanya adalah jika suatu ketika ia melihat kekurangan yang ada pada gurunya ia menjadi kecewa sejadi-jadinya hingga nasihat dan budi yg pernah diajarkan seolah tiada berpengaruh walau memang tidak dilupa. Si anak lupa, bhw gurunya adalah manusia biasa juga.
Mulailah dia bercerita ttg pacarnya yg mengajak menikah karena sudah bertahun pacaran, namun ia sendiri dan orang tuanya masih ingin menyelesaikan dulu kuliahnya yang tinggal satu tahun lagi, tapi ia juga takut utk kehilangan si abang. Duh, kasus berat nih. “Nak, sulit bagi bapak utk memberikan solusi karena kalian sendiri sedang pacaran, sedang dalam kamus bapak tidak ada yg namanya pacaran, bukankah dirimu tahu bahwa Islam melarang pacaran, islam memerintahkan kita untuk tdk mendekati zina”.
Lanjutku “Tapi walaupun begitu bapak akan coba memberi nasehat, setidaknya ini dapat sedikit menenangkan hatimu, mintalah si abang bersabar, karena bagaimanapun ridha orang tua sangat berpengaruh”. “Anggaplah dalam waktu satu tahun ini adalah kesempatan bagi kalian untuk lebih bersiap-siap dan menambah pengetahuan agama yang berkaitan dengan membangun rumah tangga”. “Ilmu itu bisa kalian dapatkan dengan membaca buku-buku agama atau bertanya dalam majelis ilmu agama terkait topik masalah munakahat/pernikahan”. “Dan dalam kurun waktu satu tahun ini, hindarilah khalwat dan perjumpaan yg tidak perlu, karena bapak khawatir syetan akan menjerumuskan kalian”. “sibukkan dirimu dengan kegiatan positif agar kebingungan dan kegelisahan itu tidak selalu hadir dan membuatmu makin tertekan, insya Allah waktu satu tahun itu tidak akan lama”.
”Bapak tidak menafikan bhwa pacaran itu mmiliki manfaat, tapi ketahui juga bhwa mudharatny buanyak sekali, dan tidak sebanding sama sekali dengan manfaatnya”. “Nak, pacaran adalah pintu gerbang perbuatan dosa, adanya ikatan hati dan janji-janji yang diikrarkan melebihi kemampuan manusia itu sendiri, dimana hanya Allah sendiri yg berhak menjanjikan yg spt itu dan berkuasa memenuhi janji-janji itu”. “Pacaran dimulai dari membuka hatinya padamu sehingga ketika hatimupun menginginkannya engkaupun akan membuka pintu hatimu untuknya”, “lalu ia selanjutnya mmbuka tangannya utk menggenggam tanganmu, lalu selanjutnya lagi mulailah dia membuka ketiaknya dan engkaupun ada dalam rangkulan bahkan dalam pelukannya, dan setelah itu pakaianmu pulalah yang akan dibukainya, naudzubillah mindzalik”.
“Pacaran juga dapat menghalangi datangnya rahmat Allah padamu, boleh jadi saat engkau berpacaran dengannya ada lelaki lain yang baik akhlak, siap dan matang kepribadiannya datang melamarmu, engkau menolaknya karena terlanjur ingin setia sama pacar yg belum tentu ia akan jadi suamimu”, “Setahu bapak, biasanya org pacaran itu sering bersikap yang bertolak belakang dari aslinya atau tidak menunjukkan sikap aslinya, akhirnya sama-sama tertipu“
“Nak, takutlah jika ada lelaki yang baik akhlaq dan agamanya lalu engkau menolak dengan alasan yang tak ma’ruf, sebab sangat mungkin engkau akan mendapat kesulitan dan bencana setelahnya, lelaki yang baik akhlaq dan agamanya adalah anugerah, menolak anugerah berarti mengundang bencana, lain halnya jika engkau mendapati bahwa akhlaqnya buruk”. “Tapi, nasehat bapak ini bukan hanya utk perempuan, sebaliknya, jika ada wanita baik-baik menawarkan diri untuk dinikahi maka hati-hatilah, jika penolakannya berdasarkan alasan yang tak baik, itu tentu sama saja menolak anugerah dan mengundang bencana”, “bapak bisa berbicara begini karena bapak telah melakukan kesalahan di masa lalu, dan saat ini bapak sedang menerima akibat dari kesalahan bapak, semoga Allah mengampuni dosa bapak”.
Oleh karena itu, jagalah dirimu dan kehormatanmu, ikutlah nasehat yang baik, jangan lagi menambah mengulang dan menambah kesalahan yang sama. Tutuplah auratmu dengan pakaian yang baik dan hindarilah pacaran.
“Iya pak, terimakasih ya pak atas nasehatnya, besok saya minta nasehatnya lagi ya pak”, “Insya Allah kalo ada waktu”, “Eh, ngomong-ngomong bapak sendiri kapan nikahnya?”, Gubrakkkkk…! “ntahlah…!, hehehehe….”