Bisa Membunuh Sel Kanker dalam Waktu Dua Bulan
Awalnya,
karir Dr. Warsito P Taruno sebagai peneliti dibangun di Jepang. Di
Negeri Matahari Terbit itu, reputasinya sebagai peneliti cukup
diperhitungkan. Dari tangan dinginnya, tercipta sebuah alat pembasmi
kanker otak dan kanker payudara.
dakwatuna.com – Tak
sedikit peneliti Indonesia yang lebih suka berkarir dan bekerja di luar
negeri ketimbang di dalam negeri. Sebab, di luar negeri lebih
menjanjikan. Tetapi, itu tak berlaku bagi Warsito P Taruno.
Warsito
P Taruno, dosen Universitas Indonesia (UI) dan staf khusus Menristek
saat ditemui di kantornya Ruko Modernland Tangerang, Banten, Kamis
(29/2011). (Sekaring Ratri/JAWA POS)
Semula,
Warsito merupakan peneliti Indonesia yang berkarir di Shizuoka
University, Jepang. Di kampus tersebut, pria 54 tahun itu juga menjadi
salah seorang dosen. Selama berada di Jepang, hidup Warsito lebih dari
cukup. Apalagi, pemerintah di sana sangat memperhatikan dan menghargai
para peneliti. Tetapi, itu semua tak menghalangi tekad Warsito untuk
pulang kampung.
Dia lantas merintis pendirian Ctech Labs (Center
for Tomography Research Laboratory) Edwar Technology yang bergerak di
bidang teknologi penemuan. Lama-kelamaan, lembaga tersebut berkembang
pesat, meski berkantor di ruko di kawasan Perumahan Modernland,
Tangerang. Sejumlah sistem dan alat berhasil diciptakan Warsito dan kini
menjadi incaran dunia internasional.
’’Saya ingin pulang ke
Indonesia dan melakukan riset sendiri,’’ jelas Warsito ketika ditemui di
kantornya, Ctech Labs Edwar Technology, kemarin (29/12).
Kini
Warsito dan timnya tengah mengembangkan alat pembasmi kanker otak dan
kanker payudara. Alat tersebut berupa teknologi pemindai atau tomografi
kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis (electrical
capacitance volume tomography/ECVT).
Dengan alat tersebut, Warsito
yang asli Karanganyar itu menciptakan empat perangkat pembasmi kanker
payudara dan kanker otak. Perangkat itu terdiri atas brain activity
scanner, breast activity scanner, brain cancer electro capacitive
therapy, dan breast cancer electro capacitive therapy.
Brain
activity scanner dibuat Warsito sejak Juni 2010. Alat tersebut berfungsi
mempelajari aktivitas otak manusia secara tiga dimensi. Bentuk alat
tersebut mirip helm dengan puluhan lubang connector yang dihubungkan
dengan sebuah stasiun data akuisisi yang tersambung dengan sebuah
komputer. Alat itu bisa mendeteksi ada tidaknya sel kanker di otak.
’’Dengan alat itu, juga bisa dilihat seberapa parah kanker otak yang
diderita pasien,’’ jelas Warsito.
Sementara itu, breast activity
scanner diciptakan pada September lalu. Sedikit banyak, dua alat itu
memiliki kesamaan, yakni mendeteksi adanya sel kanker di tubuh.
Selain
dua alat tersebut, Warsito melengkapinya dengan membuat brain cancer
electro capacitive therapy dan breast cancer electro capacitive therapy.
Dua alat itu berbasis gelombang listrik statis dengan tenaga baterai.
Dua alat tersebut terbukti dapat membunuh sel kanker hingga tuntas hanya
dalam waktu dua bulan.
Warsito telah membuktikan keampuhan alat
ciptaannya kepada kakak perempuannya yang menderita kanker payudara
stadium IV. Terdorong oleh kondisi kakaknya, Suwarni, alumnus Jurusan
Teknik Kimia Shizuoka University, Jepang, tersebut menciptakan breast
cancer electro capacitive therapy yang berbasis listrik statis. Bentuk
alat tersebut dibuat mirip dengan penutup dada yang mengandung aliran
listrik statis di bagian dalam. Penutup dada berwarna hitam itu
terhubung dengan sebuah baterai yang bisa di-charge. ’’Sengaja dibuat
mirip dengan penutup dada biar mudah digunakan,’’ papar Warsito.
Warsito
pun mengenakan alat temuannya itu kepada kakaknya selama sebulan.
Penutup dada tersebut harus dipakai selama 24 jam. Pada minggu pertama,
terlihat efek samping dari alat itu. Namun, efek tersebut tidak sampai
menyiksa seperti proses kemoterapi. Hanya, keringat penderita yang
menggunakan alat tersebut berlendir dan sangat bau. Urine dan fesesnya
(kotoran) pun berbau lebih busuk. Menurut Warsito, hal tersebut
menandakan bahwa sel kankernya tengah dikeluarkan. ’’Bau busuk itu
berasal dari sel kanker yang sudah mati dan dikeluarkan lewat urine,
keringat, dan feses. Tapi, si penderita tidak merasakan sakit, hanya
gerah,’’ paparnya.
Temuan Warsito itu ternyata berhasil. Dalam
waktu sebulan setelah pemakaian, hasil tes laboratorium menyatakan bahwa
kakaknya negatif kanker. Sebulan kemudian, sang kakak dinyatakan bersih
dari sel kanker yang hampir merenggut nyawa itu.
Untuk brain
cancer electro capacitive therapy, suami Rita Chaerunnisa tersebut
mencoba mengenakannya kepada seorang pemuda berusia 21 tahun yang
menderita penyakit kanker otak stadium lanjut. Bahan dasar yang
digunakan mirip dengan breast cancer electro capacitive therapy. Namun,
bentuknya disesuaikan bentuk kepala sehingga menyerupai pelindung
kepala.
Serupa dengan metode yang diterapkan kepada sang kakak,
Warsito mengenakan alat tersebut kepada pemuda itu selama sebulan pada
September lalu. Karena alat itu dipakai di kepala, pasien akan merasakan
gerah pada bagian kepala. Pada tiga hari awal pemakaian alat tersebut,
tingkat emosi pasien akan meningkat. Setelah itu, muncul gejala-gejala
keringat berlendir hingga feses yang baunya lebih enggak enak.
Warsito
menceritakan, awalnya pemuda tersebut mengalami lumpuh total. Dia tidak
bisa bangun dari tempat tidur, bahkan tidak mampu menelan makanan. Sel
kanker telah menyebar di area pangkal otak penderita itu. Namun, setelah
seminggu pemakaian alat tersebut, pemuda itu sudah bisa bangun dari
tempat tidur serta menggerakkan tangan dan kaki. Setelah dua bulan
pemakaian, pemuda tersebut sudah dinyatakan sembuh total. ’’Dua bulan
sudah bersih. Sel kankernya sudah hilang,’’ papar dia.
Setelah
keberhasilan dua pasien itu, Warsito menerima banyak pesanan. Bahkan,
jumlahnya mencapai ratusan. Saat pesanan membeludak, para staf Warsito
terpaksa bekerja ekstrakeras hingga larut malam. Sebab, setiap pasien
tidak bisa menggunakan alat yang sama. ’’Alat terapi itu harus dibuat
sesuai dengan kondisi pasien sehingga tidak sama antara satu dan yang
lain,’’ jelasnya.
Karena masih tergolong riset, harga alat terapi
itu tergolong sangat terjangkau, hanya sekitar Rp1 juta. Saat ini alat
pembasmi kanker tersebut telah didaftarkan di Kementerian Kesehatan
untuk mendapat izin edar. ’’Kalau sudah ada izin, bisa segera digunakan
oleh masyarakat luas. Harga bisa berubah, tapi pastinya masih
terjangkau,’’ ucap dia.
Keberhasilan Warsito tersebut ternyata
juga menjadi perhatian dunia internasional. Salah satu di antaranya, The
University of King Abdulaziz, Saudi Arabia. Universitas yang berlokasi
di kota Jeddah itu sudah memesan breast activity scanner dan brain
activity scanner. ’’Dan satu lagi alat scanner untuk perminyakan yang
menggunakan sistem ECVT 128 channel,’’ jelasnya.
Sebuah rumah
sakit besar di India pun sudah memesan sejumlah alat terapi kanker
payudara ciptaan Warsito. ’’Ya, baru beberapa hari lalu kami melakukan
clinical test di India,’’ imbuh dia.
Sebelum menemukan alat
pembasmi kanker payudara dan otak, Warsito sudah dikenal dunia
internasional lewat temuannya, yakni sistem ECVT. Sistem ECVT tersebut
merupakan tugas akhir Warsito ketika menjadi mahasiswa S-1 di Shizuoka
University, Jepang, pada 1991. Berdasar sistem tersebut, Badan Antariksa
Amerika Serikat (NASA) pun tertarik memakai teknologi pemindai temuan
Warsito tersebut. NASA menggunakannya pada pesawat ulang alik. Teknologi
tersebut memungkinkan untuk melihat tembus timbunan material di dinding
luar pesawat ulang alik. ’’Kalau ada timbunan air di bagian luar
pesawat, dindingnya bisa terbakar,’’ jelasnya.
Tidak hanya itu.
Saat mengajar di Ohio State University pada 2001, dia berhasil
mengembangkan tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik
statis. Paper yang menjelaskannya dimuat di jurnal Measurement Science
and Technology. Artikel tersebut menjadi paper yang paling banyak
diakses di penerbitan online oleh Institute of Physics (London).
Teknologi tersebut dipatenkan di Amerika pada 2003. Saat masih aktif
mengajar dan berkutat dengan sejumlah riset di Ohio State University,
Amerika Serikat, Warsito malah memilih pulang ke Indonesia pada 2003.
Pilihannya untuk kembali ke tanah air tidak direstui pihak institusi
tempatnya mengajar waktu itu. Masih banyak kewajiban yang harus dipenuhi
Warsito. Alhasil, dia pun terpaksa bolak-balik Amerika?Indonesia selama
kurun waktu 2003?2006. Pada 2005, Warsito mulai mengajar di Jurusan
Fisika Medis Universitas Indonesia.
Namun, pada 2006, pihak Ohio
State University yang selama ini mendanai riset Warsito menghentikan
aliran dananya. Warsito yang kala itu sudah membangun perusahaan di
Indonesia terancam bangkrut. Selama dua tahun dia berupaya menutupi
semua biaya risetnya dengan berbagai cara. ’’Habis-habisan pokonya,’’
jelasnya.
Namur, di balik kesulitan finansial yang membelit,
Warsito berhasil melakukan sebuah pencapaian. Pada akhir 2007, dia
berhasil menciptakan sistem tomografi empat dimensi pertama di dunia.
Institusi tempat dirinya bekerja dulu, Ohio State University, langsung
tertarik membeli sistem tersebut. ’’Tapi, saya maunya mereka membayar
100 persen di muka. Awalnya mereka pikir-pikir. Tapi, setelah saingan
mereka Washington State University juga tertarik membeli, mereka
langsung oke,’’ jelasnya.
Dari situ kondisi keuangan Warsito
membaik. Tanpa bantuan pemerintah, dia mulai bisa menciptakan
temuan-temuan yang lain. Di antaranya, temuan yang dinamakan Sona CT
Scanner. Alat tersebut adalah scanner berbasis ultrasonik untuk tabung
gas bertekanan tinggi. Alat tersebut merupakan pesanan PT Citra Nusa
Gemilang, pemasok tabung gas bagi bus Transjakarta. Berkat sejumlah
temuannya, Warsito pernah diganjar beberapa penghargaan. Di antaranya,
penghargaan rintisan teknologi industri, Kemenperin; penghargaan
inovator teknologi, Kemenristek; hingga penghargaan Achmad Bakrie pada
2009 untuk teknologi.
Ke depan Warsito mengatakan bahwa dirinya
ingin memperdalam temuannya. Yakni, alat pendeteksi kanker otak dan
payudara. Dia juga akan menciptakan alat terapi untuk segala jenis
kanker dengan menggunakan metode gelombang listrik statis. ’’Fokusnya ke
depan ya di tiga itu dulu,’’ imbuhnya. (c5/c11/c4/kum/Sekaring
R.A./JPPN)
________________________________
saya kopikan komentar dari staff ctech
Mohon ma'af, Kami tidak menjual alat, dan belum komersialisasi.
Hanya bagi mereka yang benar2 membutuhkan dan tidak ada alternatif lain, silakan datang ke:
CTECH LABS Edwar Technology
Jl. Hartono Raya R-28, Modernland, Tangerang
(Telpon sementara sulit masuk karena terlalu banyak yang telpon).
Data yang diperlukan:
1. Fotocopy KTP (Ybs Wali)
2. Surat pernyataan volunter ingin memakai alat (dikenai biaya pembuatan alat) dan surat rekomendasi dokter.
3. Hasil scan (CT, MRI, PET, USG, dsbnya), keterangannya difotokopi.
4. Fotokopi hasil lab.
Wassalaam
ctech labs edwartechnology
________________________________